Belakangan ini sedang merebak isu transgender yang menerpa salah seorang publik figur di Indonesia. Dari tua hingga yang muda tahu akan hal ini karena informasi yang tersebar luas di media sosial. Lalu bagaimana kita melindungi anak kita agar mereka tidak terpengaruh informasi-informasi yang berbau gender seperti itu?
Bayangkan kalau tiba-tiba anak datang menghampiri orang tuanya dan berkata dengan penuh paksaan, “Aku nggak mau jadi anak laki-laki lagi. Aku mau jadi perempuan saja!” Bayangkan kalau itu benar-benar terjadi, respon apa yang pertama kali akan orang tua sampaikan kepada anak?
Inilah yang dialami seorang anak perempuan berusia 14 tahun di Amerika Serikat (AS), yang tak dapat disebutkan namanya, berusaha mencari dukungan dari pemerintah daerah supaya diijinkan mengubah jenis kelaminnya menjadi seorang laki-laki. Kasus ini masih terus bergulir karena orang tua sang gadis harus menempuh jalur hukum untuk menentang keputusan putri mereka. Sebab dirinya masih dianggap terlalu muda untuk mengambil keputusan yang cukup dramatis itu.
Mari kembali lagi dengan pertanyaan di atas. Bagaimana seharusnya orang tua bertindak saat anak menyampaikan keinginannya untuk mengubah jenis kelamin? Dalam istilah yang dikenal Transgender ini memang merupakan tindakan yang masih tabu dan dilarang keras. Mungkin ada beberapa orang yang sudah melakukannya, tapi tetap saja hal demikian sangat dilarang oleh agama manapun.
Meskipun akan sulit untuk memahami dan meresponi situasi ini, orang tua tak perlu berusaha untuk mengalihkan topik. Jangan coba untuk menawarkan kenyamanan dan mendukung mereka supaya senang dengan kondisi fisik mereka sendiri.
Menurut penelitian dari Belanda, orang tua harus bersiap menghadapi tantangan isu transgender di masa kanak-kanak yang penuh dengan pandangan yang saling bertentangan, pendekatan dan juga solusinya. Tapi orang tua diminta untuk fokus untuk memberi pemahaman logis dan dapat diterima soal siapa dirinya sendiri.
Menurut laporan Pelayanan Pengembangan Identitas Gender (Gids) ditemukan kalau kasus yang juga disebut sebagai ‘gender dysphoria’ ini terus meningkat setiap tahunnya. Terdapat 30 kasus setiap tahunnya sejak tahun 1998 dan meningkat menjadi 96 kasus per tahun sejak 2009 silam. Sedang tahun 2014 melonjak menjadi 897 kasus per tahun dan 1419 tahun ini.
Jadi untuk mencegah hal ini terjadi kepada anak-anak kita, orang tua harus tahu hal ini:
Firman Tuhan bisa jadi panduan yang tepat untuk meyakinkan bahwa mereka bisa menerima diri mereka sendiri. Mungkin kamu bisa memakai Kejadian 1: 27, “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan dicptakan-Nya mereka.”
Misalnya mencari hal-hal yang berkaitan dengan cara yang baik menyampaikan isu gender kepada anak, baik lewat internet ataupun ikut dalam seminar-seminar parenting.
Tanda-tanda ini bisa membantu orang tua, misalnya anak laki-laki bersikeras ingin mengenakan gaun perempuan sejak berusia dua tahun. Sebaliknya, anak perempuan menuntut untuk memakai pakaian laki-laki. “Saat hal itu terjadi, berarti anak Anda bermasalah dengan hormon mereka,” ucap Dr Polly Carmichael dari Gids.
Tapi untuk mencegah kelainan hormon ini, Dr Polly bahkan tidak menyarankan untuk memberikan suntikan penghambat hormon kepada anak di bawah 16 tahun.
Memberikan pemahaman secara agama soal isu gender kepada anak adalah satu-satunya solusi yang mungkin bisa dilakukan oleh orang tua. Sebaiknya hal ini dilakukan sejak anak memang masih berusia belia. Ingatkan pula mereka bahwa Tuhan menciptakan setiap orang dengan maksud dan tujuan tertentu, dan Dia bahkan telah membentuk setiap orang sejak dalam kandungan. Itulah kebenaran yang harus kita sampaikan. Mintalah bimbingan Tuhan supaya anak bisa mendengar setiap penjelasan yang orang tua sampaikan.
Baca juga:
BIMBING ANAK UNTUK RAJIN BERDOA DAN BERSAAT TEDUH DENGAN MEMPERHATIKAN HAL-HAL BERIKUT
“10 JANGAN” YANG PERLU ORANG TUA KETAHUI AGAR BISA SUKSES MENDIDIK ANAK (PART 1)
7 NASIHAT IBU YANG MEMBANTU ANAK AGAR SIAP MENGHADAPI MASA DEPAN
Superbook Edisi Sekolah Minggu merupakan kurikulum berbasis visual media persembahan bagi anak-anak di gereja di seluruh Indonesia. Kurikulum ini terdiri dari 45 minggu bahan pelajaran sekolah minggu setiap tahunnya, Permainan interaktif dan topik-topik diskusi yang mengaktifkan anak-anak, dan Catatan Gizmo yang menghubungkan orang tua dengan apa yang dipelajari anak.
Klik untuk bergabungDapatkan berbagai info dan penawaran menarik dari SUPERBOOK