Hidup tanpa figur ayah membuat Destriary Dima atau Ary tumbuh menjadi anak tanpa panutan. Ia suka melawan dan mengabaikan perkataan ibunya sendiri. Ary juga punya sikap sulit mengampuni.

Ary seringkali menghabiskan waktu bermain bersama teman-temannya sepulang sekolah sampai lupa dengan pekerjaan rumahnya. Ibunya sulit sekali membujuk Ary pulang kalau sudah asik bermain.

Baca juga : BERWATAK KERAS KARENA KEPAHITAN YANG DIALAMINYA

Kakak-kakaknya juga malah suka sekali berbuat jahil padanya, sehingga Ary menjadi kesal dan tidak bisa mengampuni mereka. Pernah suatu kali Ary merencanakan hal buruk untuk kakak-kakaknya, saking ia kesal. Ia sengaja menumpahkan air sabun ke lantai dan berharap kakaknya bisa terjatuh. Hatinya terlalu pahit mengingat perlakukan kakak-kakaknya kepadanya.

Ternyata Tuhan sayang dengan Ary. Ia menjamah hati Ary di sekolah Minggu. Saat itu, Ary belajar tentang kisah ‘Kasih Terbesar’ dari kurikulum Superbook. Firmannya bercerita tentang pengorbanan Tuhan Yesus di atas kayu salib, padahal semua manusia sudah berdosa dan tidak layak tapi Tuhan mengampuni.

Baca juga : BERSAMA TUHAN, MASA LALU KU DIGANTI DENGAN MASA DEPAN INDAH!

Disitulah Ary ingin sekali menjadi anak yang taat kepada orangtua dan bisa mengampuni kakak-kakaknya, seperti Tuhan Yesus yang sudah mengampuninya. Kak Penihas, guru sekolah Minggu Ary di Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Jemaat Ebenhaezer Ege menantangnya untuk menerima Tuhan Yesus dalam hatinya dan berdoa bersama.

Sejak itu, sikap Ary berubah. Menurut ibunya, kini Ary menjadi anak yang penurut. Hubungan dia dengan kakak-kakaknya pun membaik. Kak Penihas yang juga mengamati perubahan Ary, mengatakan kepada Superbook kalau Ary sekarang rajin dan sering mengajak teman-temannya bersekolah Minggu.

Yenny Budhihartono

Penulis Konten