Inilah beberapa penyebab utama mengapa bullying bisa terjadi, sekaligus contoh yang bisa ditiru untuk mencegahnya.
Sering kali, pelaku bullying dulunya juga pernah disakiti. Mereka terbiasa menerima ejekan, bentakan, atau perlakuan kasar. Karena tidak tahu cara lain, mereka melampiaskan luka itu ke orang lain. Padahal, hati yang terluka sebenarnya butuh dipulihkan, bukan malah dilampiaskan. Jangan biasakan memanggil anak dengan ejekan seperti “nakal” atau “bandel.” Ganti dengan kata yang membangun, misalnya, “Kamu bisa lebih sabar ya”.
Bullying bisa terus ada karena lingkungan membiarkannya. Misalnya, budaya senioritas, candaan yang berlebihan, atau guru/orangtua yang menutup mata. Saat tidak ada yang menegur, bullying dianggap hal biasa. Justru di sinilah kita perlu orang yang berani berkata: “Stop, ini tidak benar.” Contohnya jika anak bercerita ada temannya diejek, jangan anggap sepele. Katakan, “Kamu benar kalau merasa itu tidak lucu. Kamu boleh membela temanmu.”
BACA JUGA : 5 Tokoh Alkitab yang Jatuh karena Terpengaruh — dan Apa Akibatnya
Banyak pelaku bullying sebenarnya merasa kurang. Mereka ingin terlihat kuat atau populer. Akhirnya, cara instan yang mereka pilih adalah merendahkan orang lain. Padahal, kekuatan sejati bukanlah saat kita membuat orang lain takut, tapi ketika kita bisa menghargai diri sendiri tanpa harus menjatuhkan siapa pun. Beri anak pujian atas usaha, bukan hanya hasil. Misalnya, “Mama bangga kamu mau mencoba walau belum berhasil,” agar mereka tidak mencari pengakuan dengan cara salah.
Bullying bisa berhenti kalau ada yang memilih untuk berbeda. Membalas sakit dengan sakit hanya membuat rantainya panjang. Tapi ketika kita berani menunjukkan empati, memberi dukungan, dan menciptakan lingkungan yang aman, rantai itu bisa putus. Tindakan kecil seperti membela teman, menghibur yang disakiti, atau sekadar berkata baik bisa membawa perubahan besar. Ajari anak menolong teman yang kesulitan, atau menghibur yang diejek. Katakan, “Kalau kamu lihat teman sedih, cobalah duduk di sampingnya. Itu bisa bikin dia kuat.”
Bullying bukan hanya soal pelaku dan korban, tapi juga soal lingkungan dan pilihan kita. Kabar baiknya, setiap orang punya kesempatan untuk jadi agen perubahan. Mari berhenti menambah luka, dan mulai menabur kasih.
Superbook Edisi Sekolah Minggu merupakan kurikulum berbasis visual media persembahan bagi anak-anak di gereja di seluruh Indonesia. Kurikulum ini terdiri dari 45 minggu bahan pelajaran sekolah minggu setiap tahunnya, Permainan interaktif dan topik-topik diskusi yang mengaktifkan anak-anak, dan Catatan Gizmo yang menghubungkan orang tua dengan apa yang dipelajari anak.
Klik untuk bergabungDapatkan berbagai info dan penawaran menarik dari SUPERBOOK