Halo, namaku Michelle. Aku tinggal di kota kecil Madiun bersama Papa, Mama, dan dua adikku. Dari kecil, Papa dan Mama selalu mengajarkan aku untuk dekat dengan Tuhan dan suka menolong orang lain. Aku juga sering ikut pelayanan di gereja, makanya aku pikir semua orang pasti baik dan sayang sama aku.
Tapi ternyata, waktu aku masuk TK, aku mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Ada satu teman yang nggak suka sama aku. Dia sering ngejauhin aku, dorong aku sampai aku terjatuh, dan bahkan ngajak teman-teman lain supaya mereka juga nggak berteman denganku. Aku nggak ngerti kenapa dia begitu. Aku sedih, tapi aku nggak berani cerita ke siapa-siapa.
Saat masuk SD, aku berharap semua akan berubah. Tapi ternyata teman yang sama itu masih satu sekolah denganku dan dia tetap nggak suka sama aku. Dia bahkan ngajak semua teman sekelas buat nggak main denganku. Setiap hari, aku berusaha ngajak mereka bermain, tapi mereka selalu menolak.
Suatu hari, aku pulang dengan wajah murung. Mama tanya kenapa, tapi aku cuma diam. Aku pikir, mungkin kalau aku nggak cerita, semuanya bakal baik-baik saja. Tapi lama-lama aku nggak kuat. Akhirnya, aku menangis di pelukan Mama dan bilang, “Ma, teman-teman nggak ada yang mau main sama aku. Aku nggak punya teman…”
Mama mendengarkan aku dengan sabar. Lalu, aku ingat pelajaran Superbook tentang Yusuf. Yusuf dibenci saudara-saudaranya, bahkan dimasukkan ke dalam sumur, tapi dia tetap memilih untuk mengampuni mereka. Aku pun berpikir, “Kalau Yusuf bisa mengampuni, aku juga mau mencoba.”
BACA JUGA: Farel: Belajar Mengampuni dari Superbook
Aku mulai berbuat baik kepada temanku itu. Aku pinjamkan pensil dan penghapus, tapi dia menolak. Aku kasih makanan, tapi dia buang. Aku sampai pernah kasih tas dan alat tulis, tapi dia tetap nggak mau berteman denganku. Aku sedih, tapi aku terus berdoa dan bilang ke Tuhan, “Tuhan, tolong buat hatinya jadi baik.”
Dua tahun aku terus berusaha baik sama dia. Sampai akhirnya, suatu hari aku memberanikan diri untuk bilang, “Aku minta maaf ya kalau aku ada salah.” Aku kaget, dia nggak marah sama aku! Dia malah bilang, dia sebenarnya nggak benci aku, tapi dia merasa kesepian di rumah karena kurang diperhatikan oleh Mama dan Papanya.
Sejak saat itu, dia mulai berubah. Kami jadi lebih sering ngobrol, dan aku nggak merasa sendirian lagi di sekolah. Tuhan jawab doaku!
Sekarang aku tahu, Tuhan mau kita selalu membalas kejahatan dengan kebaikan. Kalau bukan karena Superbook, mungkin aku nggak akan belajar mengampuni seperti Yusuf. Makanya aku bersyukur bisa ikut sekolah minggu dan belajar Firman Tuhan.
Superbook Edisi Sekolah Minggu merupakan kurikulum berbasis visual media persembahan bagi anak-anak di gereja di seluruh Indonesia. Kurikulum ini terdiri dari 45 minggu bahan pelajaran sekolah minggu setiap tahunnya, Permainan interaktif dan topik-topik diskusi yang mengaktifkan anak-anak, dan Catatan Gizmo yang menghubungkan orang tua dengan apa yang dipelajari anak.
Klik untuk bergabungDapatkan berbagai info dan penawaran menarik dari SUPERBOOK