Yosua, anak berusia 12 tahun dari Magetan, terkenal sebagai biang keladi di Sekolah Minggu. Kenakalannya tak ada habisnya. Mengganggu teman dengan cubitan dan gelitikan, menyembunyikan alat tulis, bahkan mencuri makanan punya temannya, menjadi kebiasaan yang tak bisa dihilangkan. Guru-guru dan orang tua sudah berkali-kali menegurnya, tapi Yosua tak kunjung berubah. Sekolah Minggu bagaikan neraka baginya. Kebosanan membuatnya mencari hiburan dengan mengganggu teman-temannya.

Suatu hari, guru Sekolah Minggu memutuskan untuk mencoba cara baru. Ia menayangkan animasi Superbook berjudul 'Yusuf sang Penafsir Mimpi'. Kisah inspiratif tentang Yusuf yang mampu bangkit dari penderitaan dan menjadi berkat bagi banyak orang itu menyentuh hati Yosua. Untuk pertama kalinya, Yosua merenungkan perilakunya. Ia merasa malu dan menyesal telah menjadi sumber kekacauan di Sekolah Minggu. Ia pun bertekad untuk berubah.  

Semangat baru Yosua terlihat jelas. Ia tak lagi mengganggu teman-temannya. Ia mulai membantu guru dan memimpin doa. Ia bahkan berinisiatif mengajak teman-temannya bernyanyi pujian. Perubahan Yosua tak luput dari perhatian guru dan teman-temannya. Mereka senang melihat Yosua yang baru, Yosua yang penuh semangat dan membawa berkat bagi Sekolah Minggu. Yosua kini menjadi contoh bagi teman-temannya. Ia menunjukkan bahwa setiap orang bisa berubah dan menjadi lebih baik. 

Kisah Yosua adalah contoh inspiratif bagi kita semua. Bahwa setiap orang, tak terkecuali anak-anak, dapat berubah dan menjadi lebih baik. Kenakalan Yosua di Sekolah Minggu mencerminkan kebosanan. Namun, animasi Superbook 'Yusuf sang Penafsir Mimpi' membuka matanya dan membantunya menemukan jalan yang benar.

Jery Patampang

Penulis Konten