ARTICLE

Tue - Sep 26, 2017 / 1494 /

Siswa SMA Bogor Ini Diadu Kelahi Sampai Tewas Mengenaskan, Kini Ibunya Minta Keadilan

Maria Agnes masih belum juga pulih dari duka kehilangan putra semata wayangnya Hillarius Christian Event Raharjo, siswa kelas X Sekolah Menengah Atas (SMA) Budi Mulia, Bogor. Hillarius menghembuskan nafas terakhirnya setelah terlibat pertarungan ala gladiator satu lawan satu dengan siswa dari sekolah SMA Mardi Yuana pada 29 Januari 2016 silam.

Meskipun peristiwa itu sudah berlalu sekitar 1.5 tahun lalu, Maria Agnes merasa perlu menegakkan keadilan atas apa yang dialami mendiang putranya itu. Lewat sebuah tulisan, Maria pun menceritakan kronologi kejadian tewasnya Hillarius kepada Presiden Jokowi pada 12 September 2017 lalu.

Di dalam surat itu, Maria menuliskan aduannya soal kekerasan yang merenggut nyawa anaknya. Sejak peristiwa menyedihkan itu, Maria mengaku tersiksa atas kehilangannya. Itu sebabnya dia ingin keadilan ditegakkan atas pelaku kekerasan terhadap putranya itu.

“HILARIUS di adu spt binatang di arena sorai sorai anak MY (Mardi Yuana) dan BM (Budi Mulia)...meninggal sebentar krn dlm kondisi jatuh di tarik kakinya di injak ulu hati nya...jantung nya di injak...mata memutih...,” demikian kutipan dari tulisan Maria.

Maria memprotes pelakunya yang tak kunjung diproses secara hukum. Karena itulah dia mengaku pasrah jika pihak berwenang melakukan proses autopsi terhadap jasad korban.

Pernyataan yang disampaikan Maria ini diakui didapatkan dari pengakuan puluhan siswa yang hadir saat peristiwa itu terjadi. Menurut saksi mata, Hillarius mendapat pukulan di bagian kepala sebanyak 6 kali. Saat anak remaja ini menyerah mundur, Ketua Osis Budi Mulia yang waktu itu menjabat malah menendang pinggang Hillarius sampai dia jatuh terkapar dan tewas ditempat.

“Bpk Presiden...sy memohon Pak...spy ada penyempurnan peraturan hukum utk kekerasan yg mengakibatkan tunas bangsa harapan negara dan orang tua nya....nyawa nya hilang tanpa belas kasih...biar mereka pembunuhnya masih di bawah umur...tapi akibatnya tetap sama....hilang nyawa org lain....Sy sedih dan hancur Bpk Presiden...Mohon Bpk membantu sy utk solusi keadilan....,”demikian isi permohonannya kepada Presiden Jokowi.

Menyikapi kekerasan di dunia pendidikan

Kasus kematian Hillarius adalah salah satu dari sekian banyak tindakan kekerasan yang terjadi di lembaga pendidikan di Indonesia. Ada banyak anak muda yang mati sia-sia karena tindakan tak bertanggung jawab teman sekolahnya. Kejadian meninggalnya siswa di STPDN, Universitas Islam Indonesia, serta STIP Merunda di beberapa waktu silam adalah kenyataan pahit yang harus dikupas tuntas oleh pemerintah kita.

Lembaga pendidikan yang harusnya jadi tempat untuk menempah generasi muda jadi pribadi yang cerdas dan siap menimpin bangsa ini seakan kehilangan tujuannya. Hal ini terjadi sejak tindakan kekerasan fisik yang menjatuhkan korban jiwa menghiasi sejumlah lembaga pendidikan. Ini bukan lagi hal yang normal tentunya.

Apa langkah konkrit yang harus dilakukan untuk memutus siklus kekerasan di dunia pendidikan ini?

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) secara tegas mengatakan bahwa perlindungan pada anak sudah diatur dalam Undang-Undang yang sah.  Sebagaimana disebutkan dalam UU No. 35 Tahun 2014 atas perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 9 ayat 1 secara tegas menyatakan (a), “setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.

Sementara pasal 54 menegaskan bahwa “anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”.

Dua UU ini tentunya harus diketahui oleh semua pihak, baik pendidik, anak didik dan juga orang tua. Tentunya kasus yang dialami Hillarius tak seharusnya terjadi kalau dunia pendidikan benar-benar tegas menginformasikan hal ini kepada seluruh pelaku di dunia pendidikan.

Selain menegaskan soal langkah hukum perlindungan anak, cara ini juga bisa mencegah dan menghindari anak dari tindakan kekerasan di lingkungan sekolah:

Supaya lembaga pendidikan kembali menggalakkan sistem pembentukan karakter, moral secara spiritual dan bertingkah laku. Hal ini secara nyata sudah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Tentunya untuk mewujudkan sistem yang baru ini diperlukan kerja sama yang baik antara pemerintah dan juga seluruh pendidik.

Untuk mencegah kekerasan yang menyebabkan jatuhnya korban dikalangan anak didik, guru atau pendidik perlu dengan tegas mengajarkan siswa/siswi nya soal bagaimana mereka harus berperilaku, bergaul dengan sesama, berlaku sopan serta berperilaku positif. Dalam hal ini, pendidika bukan hanya sekadar membuat siswanya cerdas secara ilmu tapi juga membentuk karakter anak didik yang bermoralitas tinggi.

“Siswa juga harus diberi pemahaman bahwa jika mereka melakukan perbuatan melanggar hukum, mereka akan mendapatkan dampaknya, baik dampak hukum maupun sosial,” ucap Elvira Zeyn, seorang anggota Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan.

Masih banyak orangtua yang menganggap kalau kegiatan MOS sekolah yang diadakan oleh kakak kelas setiap kali tahun ajaran baru atau kegiatan-kegiatan pecinta alam sekolah/kampus adalah sebuah tradisi yang biasa saja. Padahal tak jarang kekerasan fisik pun terjadi di sana. Inilah saatnya orangtua mulai mengingatkan anak untuk lebih berhati-hati memilih kegiatan sekolah yang dinilai tidak resmi.

Selain itu orang juga berkewajiban untuk melakukan beberapa hal ini:

  • Mengajarkan anak untuk melindungi dirinya dari tindakan kekerasan/bully/atau pelecehan. Sampaikan supaya anak segera bertindak melaporkan perbuatan yang dialaminya kepada pihak sekolah.

  • Ingatkan anak untuk bersikap tegas mengatakan ‘TIDAK’ terhadap bujukan atau rayuan untuk melakukan kegiatan yang bersifat fisik.

  • Ajarkan anak soal Firman Tuhan. Rumah adalah tempat bagi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang dekat dengan Tuhan. Siapa lagi yang bisa mengajarkan mereka soal kebenaran firman Tuhan kalau bukan orangtua?

Tentunya besar harapan kita supaya tindakan kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah ini tak lagi berulang. Biarlah kasus-kasus yang menimpa Hillarius dan korban-korban lainnya tak menimpa generasi muda kita yang lainnya. 

Sumber : Jawaban.com

Superbook Admin

Official Writer
Share :

SUPERBOOK EDISI SEKOLAH MINGGU

Superbook Edisi Sekolah Minggu merupakan kurikulum berbasis visual media persembahan bagi anak-anak di gereja di seluruh Indonesia. Kurikulum ini terdiri dari 45 minggu bahan pelajaran sekolah minggu setiap tahunnya, Permainan interaktif dan topik-topik diskusi yang mengaktifkan anak-anak, dan Catatan Gizmo yang menghubungkan orang tua dengan apa yang dipelajari anak.

Klik untuk bergabung

SUBSCRIBE

Dapatkan berbagai info dan penawaran menarik dari SUPERBOOK

Copyright © 2018. SUPERBOOK